Blurb:

          “Jadi? Mengapa Ibu terus melarangku berhubungan dengannya? Bukankah dia juga manusia? Aku yang akan mengubahnya menjadi lebih baik, bukan Ibu!”
          “Mungkin kamu belum mengerti maksud Ibu. Ibu tidak terlalu peduli dengan siapa pun lelaki yang kau pilih. Ibu hanya minta, kamu waspada dan meneliti benar laki-laki itu, sebelum menjatuhkan pilihan sebagai pasangan hidup.”
          “Aku sudah melakukannya, Bu!” sentakku memotong kalimat beliau.
          “Tapi masih seumur jagung, Nduk. Kau belum mengerti bagaimana karakternya yang sesungguhnya, bagaimana keluarganya.”
          “Kami yang akan menikah! Bukan keluarga!”
          Ya Tuhan! Bagaimana bisa aku mengeluarkan perkataan yang setolol itu? Ya Tuhan, ampuni aku.
          “Pernikahanmu akan ‘menikahkan’ dua keluarga pula, Nduk,” jawab Ibu melemah.